About

Selasa, 05 April 2016

“ TABE BANGKOLO “

Pada suatu hari Ncuhi Jia kedatangan utusan dari Ncuhi Lambu. Seorang Ncuhi yang menguasai wilayah tenggara tanah Sape.
         “ Kami datang untuk menyampaikan amanat Ncuhi Lambu.”
        “ Amanat ? Apakah yang menjadi hajatnya ?” Ncuhi Jia ingin tahu.
        “ Beliau bermaksud menyelenggarakan pesta besar dalam rangka perkawinan putrinya.”
.       “ Wah…..Wah….Wah… ! Hebat…. Hebat !  Kapan pesta itu dilaksanakan ?” Ncuhi Jia semakin penasaran.
        “Pada malam purnama depan.”
         “ Kalau begitu, pada kesempatan ini saya nyatakan untuk hadir pada pesta itu. Dan sampaikan salam hormat saya pada Ncuhimu.”
        “ Baiklah ! Kami tidak akan berlama-lama di sini karena masih banyak  urusan yang harus diselesaikan.”
        Lalu utusan itu meninggalkan kediaman Ncuhi Jia  menuju kampung halamannya.
        Berita tentang pesta besar Ncuhi Lambu tersebar ke seluruh wilayah Jia. Dari puncak-puncak gunung sampai ke hulu sungai orang-orang bercerita tentang pesta tersebut. Singkat cerita ncuhi jia beserta rakyatnyapun pergi ke pesta yang diadakan oleh ncuhi lambu tersebut. Sesampainya disana mereka beristrahat dan saling bersapaan antara satu sama lainnya. Kata ncuhi lambu“ Menurut saya ada baiknya Ncuhi merebahkan diri sejenak untuk mengembalikan tenaga sebagai persiapan untuk pulang.” Ncuhi Lambu terus mendesak.
        Akhirnya Ncuhi Jia mengalah. Sambil terus menguap ia berjalan menuju ke Bilik yang telah disiapkan Ncuhi Lambu. Tak lama kemudian ia tertidur pulas. Sementara itu, di arena pesta terus berkemas untuk pulang. Semuanya sudah siap dan tinggal menunggu Ncuhinya. Setelah lama mereka berunding, akhirnya mereka meutuskan untuk kembali ke kampung Jia dan meninggalkan ncuhinya. Setelah melangkah lebih jauh, ia terkejut. Sebab tak satupun dari warganya yang terlihat. Sepi, hening dan lengang menambah kegundahan dalam hatinya. Larut dalam kekesalan, tanpa terasa ia telah memasuki hutan belantara. Pasrah ia berjalan meski tak tentu arah tanpa disadari ia telah tiba di pinggir panta, tiba-tiba saja matanya selalu tertuju kepada sesuatu yang sedang menuju ke arahnya nun jauh di tengah lautan. Semakin lama semakin dekat. Namun ia belum dapat memastikan apakah itu perahu atau benda lain. Keraguannya terjawab ketika semakin mendekat dan tepat berada di hadapannya. Ternyata adalah seekor Ikan Ekor Kuning (Bima: Uta Bangkolo) yang sangat besar. Ncuhi Jia terkejut dan heran ketika ikan itu dapat berbicara dan menawarkan sesuatu kepadanya.
         “ Naiklah di atas punggung saya dan saya akan membawa tuan sampai ke tujuan.”
        Tanpa berpikir panjang Ncuhi Jia langsung naik di atas punggung ikan itu. Secepat kilat ikan itu membawa Ncuhi Jia untuk berkeliling mengitari selat Sape. Dan mengantar Ncuhi Jia sampai ke kampungnya. Ncuhi Jia mengangkat sumpah sambil memegang punggung ikan itu. Sebagai ungkapan terima kasihnya atas pertolongan ikan itu.
        “ Pada hari ini aku bersumpah, bahwa aku, wargaku dan anak keturunanku tidak boleh sekali-sekali memakan ikan ekor kuning( Uta Bangkolo). Jika sumpah ini dilanggar, maka seluruh tubuhnya akan gatal-gatal dan membengkak. Dan tidak ada obat yang mujarab untuk itu.”
        Seluruh rakyat hanya diam dan menunduk. Isi sumpah itu telah mengikat mereka. Bila mereka memakan ikan bangkolo maka seluruh rakyat jia sekujur tubuh mereka gatal-gatal. Kepalanya pusing, mual-mual dan muntah, seperti orang kesurupan. Sejak saat itu masyarakat yang bermukim di wilayah desa Jia kecamatan Sape. Tidak mengkonsumsi ikan ekor kuning hingga sekarang. Dan Wajan besar beserta seluruh perangkatnya sebagai bukti  peninggalan zaman itu masih ada dan terletak di atas sebuah bukit di sekitar desa Jia kecamatan Sape Bima. Wajan itu dikenal dengan nama TABE  BANGKOLO.
Dan sampai sekarang ini masyarakat jia tidak memakan dan melihat ikan tersebut.

http://irawanmantoi.blogspot.co.id/2012/08/cerita-rakyat-sape-bima-ntb-tabe.html


0 komentar:

Posting Komentar