About

Selasa, 12 April 2016

BUDAYA SAGELE



BUDAYA SAGELE


Sagele merupakan budaya yang di lakukan oleh masyarakat bima ketika musim bercocok tanam tiba, pada saat masyarakat mbojo menanam padi-padi mereka di gunung bila waktu musim hujan tiba. Kegiatan ini berlangsung selama masa penanaman padi.
Biola dan gambus adalah alat kesenian rakyat atau lebih tepatnya kita sebut acara pengiring ketika melaksanakan kegiatan bercocok tanam, indahnya alunan biola atau gambus tunggal (oleh masyarakat bima biasanya disebut biola engke,karena tidak diiringi alat music lain) diiringi oleh kapatu mbojo mantoi dan nyanyian oleh seorang penyanyi sagele, suasana yang sungguh sangat melenakan, bahkan dulu apabila ada diantara para pemuda pemudi yang yang bekerja disawah yang suka satu sama lain atau istilah keren sekarang adalah cinlok, nah kesempatan inilah yang mereka gunakan untuk mengungkapkan perasaan mereka, saling berbalas pantun menggatikan peran penyanyi sagele yang sebenarnya. 
Biasanya digoda lebih dulu oleh pihak laki – laki :
aina ipi da ne’e nuntu watisi ca’u ndi nonta,
‘ na ipiku oko na mbora kone kai ba aka,
Dan dibalas oleh pihak perempuan :
laina da nee ku ntanda ita ma doho ta tando
‘ ntandasi ba mada, dahu adeku nifimu mada ti iumu kone mudu.(2)
Kegiatan bercocok tanam ini sangatla indah dan mengasyik bagi saya, karena di kegiatan ini semua para kaum hawa saling bekerja sama satu sama lainnya. Kegiatan menanam di mulai atau berakhir sesuai dengan alunan suara musik biola ataupun gambo dari pemainnya.
Para pegiat disawah dan ladang mulai mengolah tanah tanah mereka, mereka berlomba dengan terbitnya matahari untuk berbondong bondong kesawah dan ladang mereka, pada hari minggu dan hari libur para anak anak yang biasanya bersekolahpun ikut membantu para orang tua mereka di ladang dan sawah sawah mereka, saling bercengkerama dengan teman teman sebaya mereka. Akan tetapi kebiasaan yang dulu sempat menjadi tradisi di daerah kita khususnya di Desa Maria kecamatan Wawo sudah mulai hilang dan tergusur oleh kemajuan peradaban, tidak terdengar lagi merdunya alunan biola dan rawa sagele disawah dan ladang ladang, tidak terdengar lagi alunan suara biola engke yang menjadi penyemangat bekerja para ABG, seperti ada sesuatu yang hilang!, yang terdengar hanya lamat lamat “rahi dou’’ dari speaker handphone, biola sudah berevolusi menjadi organ tunggal, para penyanyi sagele telah berganti menjadi seorang biduan yang sexy dan erotis.
Hampir di semua desa di bima kegiatan ini sudah tidak ada yang melakukannya lagi, para generasi muda hanya mendengar lagu-lagu pop, dangdut dan lagu-lagu lainnya. Dengan perkembangnya jaman masyarakat bima khusus anak cucu kita mungkin tidak mengenal lagi yang namanya sagele tersebut. Mari kita melestarikan budaya kita sendiri dan jangan terpengaruh oleh budaya barat. 
 Refrensi

0 komentar:

Posting Komentar