BUDAYA
SAGELE
Sagele merupakan
budaya yang di lakukan oleh masyarakat bima ketika musim bercocok tanam tiba, pada
saat masyarakat mbojo menanam padi-padi mereka di gunung bila waktu musim hujan
tiba. Kegiatan ini berlangsung selama masa penanaman padi.
Biola dan gambus
adalah alat kesenian rakyat atau lebih tepatnya kita sebut acara pengiring
ketika melaksanakan kegiatan bercocok tanam, indahnya alunan biola atau gambus
tunggal (oleh masyarakat bima biasanya disebut biola engke,karena
tidak diiringi alat music lain) diiringi oleh kapatu mbojo mantoi dan
nyanyian oleh seorang penyanyi sagele, suasana yang sungguh sangat
melenakan, bahkan dulu apabila ada diantara para pemuda pemudi yang yang
bekerja disawah yang suka satu sama lain atau istilah keren sekarang adalah cinlok,
nah kesempatan inilah yang mereka gunakan untuk mengungkapkan perasaan mereka,
saling berbalas pantun menggatikan peran penyanyi sagele yang sebenarnya.
Biasanya digoda
lebih dulu oleh pihak laki – laki :
‘ aina ipi
da ne’e nuntu watisi ca’u ndi nonta,
‘ na ipiku
oko na mbora kone kai ba aka,
Dan dibalas oleh
pihak perempuan :
‘ laina da
nee ku ntanda ita ma doho ta tando
‘ ntandasi
ba mada, dahu adeku nifimu mada ti iumu kone mudu.(2)
Kegiatan bercocok tanam ini
sangatla indah dan mengasyik bagi saya, karena di kegiatan ini semua para kaum
hawa saling bekerja sama satu sama lainnya. Kegiatan menanam di mulai atau
berakhir sesuai dengan alunan suara musik biola ataupun gambo dari pemainnya.
Para pegiat
disawah dan ladang mulai mengolah tanah tanah mereka, mereka berlomba dengan
terbitnya matahari untuk berbondong bondong kesawah dan ladang mereka, pada
hari minggu dan hari libur para anak anak yang biasanya bersekolahpun ikut
membantu para orang tua mereka di ladang dan sawah sawah mereka, saling
bercengkerama dengan teman teman sebaya mereka. Akan tetapi kebiasaan yang dulu
sempat menjadi tradisi di daerah kita khususnya di Desa Maria kecamatan Wawo
sudah mulai hilang dan tergusur oleh kemajuan peradaban, tidak terdengar lagi
merdunya alunan biola dan rawa sagele disawah dan ladang ladang, tidak
terdengar lagi alunan suara biola engke yang menjadi penyemangat bekerja para
ABG, seperti ada sesuatu yang hilang!, yang terdengar hanya lamat lamat “rahi
dou’’ dari speaker handphone, biola sudah berevolusi menjadi organ tunggal,
para penyanyi sagele telah berganti menjadi seorang biduan yang sexy dan
erotis.
Hampir di semua
desa di bima kegiatan ini sudah tidak ada yang melakukannya lagi, para generasi
muda hanya mendengar lagu-lagu pop, dangdut dan lagu-lagu lainnya. Dengan perkembangnya
jaman masyarakat bima khusus anak cucu kita mungkin tidak mengenal lagi yang
namanya sagele tersebut. Mari kita melestarikan budaya kita sendiri dan jangan
terpengaruh oleh budaya barat.
Refrensi
0 komentar:
Posting Komentar