About

Selasa, 26 April 2016

"Kiri Loko Suku Mbojo"



Dalam bahasa Mbojo, upacara adat disebut “Rawi Rasa” Rawi Rasa berarti semua kegiatan yang dilakukan secara gotong-royong oleh seluruh masyarakat. Rawi rasa terdiri dan dua jenis kegiatan, yaitu rawi mori dan rawi made.  Yang dimaksud dengan rawi mori ialah kegiatan yang berhubungan dengan upacara kehamilan, kelahiran, khitanan dan pernikahan. Sedang rawi made ialah upacara yang berhubungan dengan kematian. Khusus bagi rawi made dilakukan berdasarkan hukum Islam. Sehingga tidak ada upacara adat yang dilakukan pada rawi made.
Sekarang yang saya bahas yaitu rawi mori yang berhubungan dengan acara “kiri loko” atau nujuh bulanan. Acara digelar atau di lakukan pada ibu hamil yang berumur 7 bulan anak pertamanya. . Upacara ini hanya dilakukan bagi seorang ibu yang pertama kali mengandung. Jalannya upacara dihadiri oleh kaum ibu dan dipimpin oleh sando nggana (dukun beranak) yang dibantu oleh enam orang tua adat wanita.
Upacara akan dimulai pada saat maci oi ndeu (waktu yang tepat untuk mandi) di sekitar jam 07.00. Sando nggana menggelar tujuh lapis sarung. Setiap lapis ditaburi beras dan kuning uang perak sa ece (satu ketip = 10 sen).  Selain itu disimpan pula dua liku atau dua leo mama (dua bungkus bahan untuk menyirih). Maksud dan taburan beras kuning, ialah agar ibu beserta calon bayinya akan hidup bahagia dan jaya. Uang sa ece, sebagai peringatan kepada ibu bersama calon bayi, bahwa uang merupakan salah satu modal dalam kehidupan.
Diatas hamparan tembe dan kain putih, ibu yang salamaloko, tidur terlentang. Sando nggana mengoles perut ibu dengan sebiji telur, yang diminyaki dengan minyak kelapa. Diikuti secara bergilir oleh enam orang tua adat, memohon kepada Allah SWT, agar ibu bersama calon bayi selamat sejahtera.
Pada upacara ini keluarga dan tetangga baik pria maupun wanita diundang hadir untuk menyaksikan. Disaat dukun memperbaiki dan meraba-raba perut ibu hamil tersebut, saat itu pula para tamu laki-laki mengadakan do`a zikir. Ibu-ibu juga hadir untuk menyaksikan upacara salama loko /kiri loko, mereka umumnya membawa barang-barang kado/hadiah/sumbangan untuk sang ibu hamil. Kado/ hadiah/ sumbangan ini biasanya perlengkapan kebutuhan ibu dan bayi seperti baju bayi, handuk, bedak dan kadang-kadang uang tunai.
Upacara dilanjutkan dengan memandikan ibu yang salama loko. Dimandikan oleh sando nggana dengan air roa bou (air yang disimpan dalam periuk tanah yang baru). Dicampur dengan bunga cempaka dan mundu (cempaka kuning lambang kejayaan. Melati putih lambang kesucian). Waktu mandi, ibu yang salama loko menginjak telur bekas dipakai mengoles perutnya. Dengan harapan, agar melahirkan dengan mudah semudah ibu memecahkan telur. Upacara diakhiri dengan ngaha mangonco (makan rujak). Sang suami ikut pula makan mangonco bersama peserta upacara.
Sebuah kearifan lokal Bima apabila seorang istri sedang hamil adalah kedua pasangan suami istri dilarang untuk:
  1. berkata yang tidak senonoh
  2. menganiaya binatang atau manusia
  3. sedapat mungkin tidak menyembelih binatang ternak
  4. tidak berhubungan suami istri bila mendengar berita ada tetanga atau orang lain meninggal
  5. tidak membuang air besar di sembarang tempat
  6. tidak memotong sesuatu seperti kayu atau mengunting kertas. Jika terpaksa, ia harus ingat bahwa istrinya sedang hamil
  7. suami tidak diperkenankan berburu atau melakukan pekerjaan yang kurang baik seperti mengambil milik orang orang lain tanpa seijin orang yang punya dan sebaginya serta
  8. khusus istri tidak boleh tidur disaat matahari menjelang naik
Dalam kepercayaan orang bima atau suku mbojo, upacar ini di gelar agar kelahiran anak pertama pasangan baru ini lancer, anak dan sang ibunya selamat sampai kelahiran itu tiba. Masyarakat percaya jika tidak melakukan upacara kiri loko ini anak yang di kandung seorang ibu tadi kelak lahirnya tidak sehat, cacat fisik maupun jiwanya.

0 komentar:

Posting Komentar